Lelaki itu syahdu memandang tiap tetes hujan yang jatuh di kaca jendela tempat ia bersandar,
sesekali ia menyesapi rokok yang terselip diantara jemarinya, ia nikmati gemeretak suara rokoknya terbakar.
Yang ia renungkan bukan hidupnya yang tak lengkap, karena hal itu telah lama ia biarkan menggerogoti tubuhnya hingga hampir kering...
Bukan pula tentang inginnya yang tak bisa ia gapai, karena jauh dari itu ia telah membiarkan dirinya hanyut sendiri dalam kesenangan dunia tanpa harus ia atur...
Hatinya miskin, ia gundah sesekali, tapi bukan karena keadaan, itu hanya pilihan...
Ia nikmati sepersekian detik hidupnya yang beragam-ragam, dengan caranya sendiri...
Ia nikmati sepersekian detik hidupnya yang beragam-ragam, dengan caranya sendiri...
Lelaki itu,
renungannya,
gemeretak rokoknya,
nikmat dunia di alam materinya,
pilihannya kelak segera ia luruhkan...
Sang solois itu kini direngkuh, didekap erat, menenggelamkan seluruh syahdunya.
Melengkapi hidupnya, sekaligus seluruhnya...
dan disudut ini...
aku teteskan...
air mata...
air mata...
0 komentar:
Post a Comment